Tak sabar rasanya menonton sebuah film yang diadaptasi dari sebuah novel best seller
 karangan Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra. Belum lagi dengan
 trailernya yang sangat menakjubkan, artisnya yang legendaris, pemeran 
pendukung yang sudah familiar pada bidangnya masing-masing, dan 
publikasinya di media online dan media cetak. Siapa yang tak penasaran 
menonton film 99 Cahaya di Langit Eropa?
Akhirnya, seminggu yang lalu Saya 
tidak penasaran lagi. Saya menonton film 99 Cahaya di Langit Eropa 
bersama adik Saya. Kami menonton hari Minggu yangmana pada hari Minggu 
HTM Bioskop lebih mahal daripada weekdays. Sempat terbesit dibenak Saya 
menunda menonton film tersebut karena kantong Saya yang sudah menipis. 
Niat tersebut Saya tepis karena rasa penasaran yang melebihi kondisi 
ekonomi Saya saat itu. Saya pun mengajak adik menonton di bioskop yang 
HTM miring dan terjangkau. Kata orang “harga itu menentukan kualitas”. 
Demikian juga dengan bioskop. Jika harganya mahal, maka fasilitasnya 
juga bagus. Jika harganya murah, maka fasilitasnya juga seadanya. Saya 
pun menerima kenyataan tersebut. Fasilitas bioskop yang seadanya bahkan 
berkali-kali adik Saya mengeluarkan kipas karena AC yang kurang dingin. 
Namun, ketidaknyamanan tersebut hilang karena film 99 Cahaya di Langit 
Eropa yang sangat menakjubkan.
Penasaran dengan film 99 Cahaya di Langit Eropa? 
Simak sinopsis dan review Saya berikut ini:
SINOPSIS
Sutradara: Guntur Soeharjanto
Produser: Ody M. Hidayat
Penulis: Alim Sudio, Hanum Salsabiela Rais, Rangga Almahendra (screenplay)
Hanum Salsabiela Rais, Rangga Almahendra (novel, 99 Cahaya di Langit Eropa) 
Penyunting: Ryan Purwoko
Sinematografi: Enggar Budiono 
Distributor: Maxima Pictures
Pemain: Acha Septriasa, 
Abimana Aryasatya, Raline Shah, Nino Fernandez, Alex Abbad, Marissa 
Nasution, Geccha Tavvara, Dewi Sandra, Dian Pelangi, Hanum Salsabiela 
Rais, Fatin Shidqia Lubis 
Musik: Cahaya di Langit Itu (Fatin Shidqia Lubis)
Durasi: 105 menit
99 Cahaya di Langit Eropa merupakan 
film yang diadaptasi dari novel karangan Hanum Salsabiela Rais dan 
Rangga Almahendra. Film ini terinspirasi dari kisah nyata perjalanan 
Hanum dan Rangga selama 3 tahun tinggal di Eropa. Film dwilogi ini 
menceritakan kisah agen muslim yang mengenal situs dan sejarah Islam di 
Eropa dengan benang merahnya kisah persahabatan dan perjalanan. Penonton
 dimanjakan dengan keindahan kota Vienna (Austria) dan Paris (Prancis). 
Selain menawarkan keindahan di tempat tersebut, film 99 Cahaya di Langit
 Eropa didukung oleh pemain film yang sudah fenomenal.
REVIEW
Berawal dari Vienna (Austria), Hanum
 (Acha Septriasa) dan Rangga (Abimana Aryasatya) memulai kisahnya. 
Rangga yang saat itu menempuh kuliah doktor di WU Vienna dan Hanum yang 
dulunya bekerja di bidang jurnalistik mendampingi sang suami selama di 
Eropa. Mereka sangat sulit hidup di Eropa apalagi dengan status mereka 
sebagai muslim. Rangga kesulitan mencari makanan yang halal dan 
kesulitan mencari tempat sholat di kampusnya. Sedangkan Hanum mengalami 
kesulitan mencari pekerjaan karena kurang fasih berbahasa Jerman.
Hanum menemukan harapannya setelah 
melihat sebuah poster kursus berbahasa Jerman gratis. Saat mengikuti 
kursus tersebut, Hanum bertemu dengan Fatma (Raline Shah), seorang 
muslimah Turki yang berkerudung. Mereka pun akhirnya bersahabat. Fatma 
mengajak Hanum ke sekolah anaknya, Ayse (Geccha Tavvara). Di sana Hanum 
bertemu dengan Ayse. Ayse sempat bertanya kepada Fatma “Tante Hanum muslim ya? Tapi kok Tante Hanum tidak berkerudung seperti kita?” Menurut Saya pertanyaan seorang bocah seperti Ayse cukup menusuk apalagi untuk Hanum. Namun, Fatma dengan cerdasnya berkilah “Tante Hanum sakit kepala, jadi dia tidak berkerudung?” Lalu Hanum menjawab “Iya, tante sakit kepala”. Ayse pun berceloteh lagi “Kalau sakit kepala hilang, janjinya ya Tante Hanum pake kerudung?”
 Adegan ini sangat menarik bagi Saya. Secara tidak langsung, film ini 
memberikan pesan kepada penontonnya tentang urgensi berkerudung (hijab).
 Menurut Saya adegan ini tidak menggurui karena diucapkan secara spontan
 oleh bocah kecil. 
Sebenarnya, Ayse sering di-bully teman-temannya terutama Leon di sekolah. Kerudung adalah penyebab utamanya. Karena terlalu sering di-bully, Guru Ayse sempat membujuk Ayse untuk membuka kerudungnya. Namun, Ayse tetap tidak mau membuka kerudungnya.
Hanum, Fatma, dan Ayse makan di 
sebuah cafe. Ada kejadian menarik di sini. Hanum bercerita tentang 
masalahnya yang berat selama di Vienna. Ayse bercelutuk dengan polosnya.
 Menurut Saya, celutukan Ayse sederhana tapi maknanya sangat dalam.
“Hei masalah besar, aku punya Allah yang lebih besar” (Ayse)
Tatkala di cafe tersebut, Fatma 
bercerita tentang asal mula cappuccino. Ternyata Cappucino tersebut 
berasal dari negara Turki. Tak lama setelah menceritakan cappuccino, 
Hanum menguping di balik pintu tempat duduknya. Saat itu, dua pria bule 
berceloteh saat makan roti Croissant. Si bule bercerita kepada temannya 
bahwa roti Croissant bentuknya seperti bendera Turki. Berdasarkan 
sejarahnya, pasukan Eropa pernah mengalahkan pasukan Muslim Turki. 
Karena masyarakat Eropa masih dendam dengan masyarakat Turki, maka 
masyarakat Eropa membuat roti Croissant berbentuk bulan sabit untuk 
dimakan bukan untuk dihormati.
Hanum langsung naik pitam mendengar 
percakapan bule tersebut. Dia melarang Fatma dan Ayse memakan roti 
Croissant. Namun, Fatma malah memanggil pelayan untuk membayar kedua 
bule dan menulis sepucuk surat untuk kedua bule tersebut. Menariknya 
adalah di akhir tulisannya Fatma menulis sesuatu yang membuat Hanum 
terkesan.
“Saya agen muslim dan sebagai muslim ingin membawa kedamaian” (Fatma)
Melalui cerita Hanum, penonton 
diajak melihat keindahan benua Eropa. Hanum diajak Fatma dan Ayse ke 
situs dan sejarah Islam di Vienna. Sungai Danube merupakan objek pertama
 yang mereka kunjungi. Sungai tersebut sangat bersih dan asri. Di sudut 
sungai tersebut, Kita dapat melihat Bukit Kahlenberg. Bukit Kahlenberg 
merupakan tempat pasukan Turki yang dipimpin Kara Mustafa Pasha sehingga
 pasukan Turki terusir dari tentara Jerman dan Polandia. Ayse sangat 
senang di Bukit tersebut. Dia meminjam kamera Hanum untuk mengabadikan 
pemandangan indah di sana. Museum Wien Stadt merupakan objek berikutnya.
 Museum tersebut memiliki benda bersejarah negara Austria. Dalam museum 
tersebut, Fatma sempat menangis karena melihat foto Kara Mustafa Pasha 
yang masih memiliki hubungan darah dengannya. Kara Mustafa dianggap 
sebagai panglima perang yang menyerang Austria yang mengakibatkan 
kerugian dan kematian. Sebelum meninggalkan museum tersebut, Fatma 
sempat berkata kepada Hanum "ayo kita pergi, kita tinggalkan kara Mustafa di sini agar menyesali kesalahannya".
 Selain objek wisata di Vienna, Fatma juga mengajak Hanum mengunjungi 
rumahnya. Di rumah Fatma, Hanum bertemu dengan sahabat Fatma yaitu 
Latife (Dian Pelangi) dan Ezra (Hanum Salsabiela Rais). Hanum diajak 
untuk menjalankan misi agen muslim bersama Fatma, Latife, dan 
Ezra. Hanum diajak menjadi pengajar untuk anak-anak kecil yang muallaf. 
Fatma mengajak Hanum karena Hanum sangat fasih berbahasa Inggris.
Bukit Kahlenberg
Sungai Danube

Kara Mustafa Pasha
Pada adegan Rangga, penonton 
ditunjukkan tentang lika-liku kehidupan kampus dengan mahasiswa muslim 
minoritas. Rangga memiliki teman bernama Stefan (Nino Fernandez), 
seorang penganut atheis yang memiliki rasa ingin tahu tinggi terhadap 
Islam. Stefen sering bertanya kepada Rangga tentang Tuhan, sholat dan 
puasa. Stefen pernah bertanya kepada Rangga “kenapa sih Tuhan kamu suka menyiksa umatnya?”, “memang tujuan puasa itu apa?”, “bagaimana kalau ternyata Tuhan kamu tidak ada?”
 Semua pertanyaan Stefen tersebut dapat dijawab Rangga dengan baik. 
Rangga menjawab dengan menganalogikan premi asuransi. Setiap nasabah 
asuransi harus membayar kewajiban berupa premi asuransi setiap waktunya.
 Demikian juga, dengan seorang muslim harus membayar kewajibannya dengan
 tunduk kepada Allah (berupa puasa dan sholat).
Rangga juga mempunyai seorang teman 
muslim asal Pakistan yang bernama Khan (Alex Abbad). Bersama Khan, 
Rangga merasa tidak sendiri sebagai seorang Muslim. Khan pernah memberi 
bekal makanan yang halal kepada Rangga. Rangga sangat senang 
menerimanya. Namun, kehidupan kampus Rangga dan Khan sangat sulit. 
Kampus Rangga dan Khan tidak memiliki sebuah musholla yang layak. Mereka
 pun harus sholat di ruangan ibadah yang bercampur dengan agama lain 
(Konghucu, Buddha, Kristen). Khan bahkan ragu dengan sholatnya apakah 
diterima Allah atau tidak? Hal yang paling bergejolak pada Rangga dan 
Khan adalah saat akan mengikuti jadwal ujian yang bentrok dengan sholat 
Jumat. Tak terima dengan keputusan profesor yang membuat jadwal bentrok 
dengan sholat jumat, Rangga mengajak Khan menemui profesor tersebut. 
Sayangnya Khan berkata “Maaf kawan, untuk agama, saya tidak ada toleransi. Untuk masalah ini, kamu sendirian”.
 Rangga pun menemui Profesor yang mempromosikan beasiswanya. Rangga 
tidak berhasil mendapatkan dispensasi dari Profesor tersebut. Apalagi 
profesornya sempat bercelutuk untuk tidak meluluskannya terhadap mata 
kuliah tersebut. Rangga pun pasrah saat profesor berkata "Mr. 
Almahendra, saya pernah mendengar kalimat bismillahirrahmanirrahim yang 
artinya dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih dan Maha 
Penyayang. So, what's the big deal?" Dengan berat hati, Rangga 
meninggalkan ruangan profesor. Hati Rangga masih bergejolak sampai ujian
 dilaksanakan. Khan memutuskan tidak mengikuti ujian dan langsung sholat
 jum’at ke Masjid. Awalnya Rangga juga memutuskan hal yang sama dengan 
Khan. Namun, setiba di masjid, Rangga kembali ke kampus dan mengikuti 
ujian.
Selain Stefen dan Khan, Rangga 
mempunyai seorang teman perempuan yang bernama Maarja (Marissa 
Nasution). Sebenarnya Maarja sangat tertarik dengan Rangga. Dia tidak 
memperdulikan bahwa Rangga sudah mempunyai istri. Namun, Maarja selalu 
menggoda Rangga.
Perpustakaan kampus Rangga
Saat di rumah, Hanum mempersiapkan 
makan malam untuk Rangga. Hanum membuat ikan asin. Karena bau ikan asin 
yang menyengat, tetangga rumah Hanum sampai menggedor pintu rumah Hanum.
 Hanum dilarang memasak makanan yang dapat mengganggu penciuman tetangga
 lain. Hanum kesal dengan tingkah laku tetangganya. Setelah adegan 
tersebut, Rangga pun datang. Rangga berusaha merayu Hanum yang sedang 
kesal dengan tetangganya. Saat makan, Hanum dan Rangga menceritakan 
kisahnya masing-masing. Hanum bercerita tentang kerudung yang dipakai 
Fatma dan Ayse. Rangga pun berkata “Tapi, kamu cantik loh pakai kerudung”.
 Pernyataan Rangga mengandung pesan dari film ini yaitu urgensi 
berkerudung. Sejujurnya, Saya iri dengan kemesraan Rangga dan Hanum di 
film ini. Rangga selalu sabar menghadapi Hanum. Sering pula mereka 
mengumbar kemesraan yang membuat penonton gigit jari. 
Saat di rumah, Hanum menunjukkan 
kelembutannya sebagai seorang muslim. Hanum membalas tetangga yang 
mengomeli makanan ikan asinnya dengan membuat mie goreng ikan asin. Mie 
goreng ikan asin tersebut sangat dinikmati oleh tetangganya. Sehingga, 
tetangganya ketagihan dan ingin dibuatkan ikan asin lagi oleh Hanum.
Mie goreng ikan asin
Suatu kali, Rangga harus menghadiri 
seminar yang diadakan di Paris. Hanum pun diajak Rangga ke Paris. Hanum 
sangat senang. Saat di Paris, Hanum bertemu dengan teman Fatma yang 
bernama Marion Latimer (Dewi Sandra). Marion adalah seorang muallaf yang
 merupakan ahli sejarah di Paris. Bersama Marion, Hanum diajak 
mengelilingi kota Paris. Hanum diajak ke Menara Eiffel yang merupan icon
 kota Paris. Marion juga mengajak Hanum ke Museum Louvre. Dalam Museum 
tersebut terdapat beragam foto dan lukisan diantaranya adalah lukisan 
Monalisa dan lukisan Bunda Maria berkerudung. Hal yang menarik pada 
lukisan Bunda Maria adalah terdapat kaligrafi yang dilihat bertuliskan 
La ilaha illallah. Objek yang dikunjungi Hanum dan Marion berikutnya 
adalah Monumen Arc de Triomphe. Monumen Arc de Triomphe memiliki patung 
Napolleon Bonaparte. 
Monumen Arc de Triomphe memiliki garis lurus imajiner (Axe Historique) yang tepat membelah kota Paris. Jika garis tersebut ditarik lurus sampai ke timur, maka garis tersebut tepat mengarah ke Ka’bah, Mekkah.
Menara Eiffel
Museum Louvre
Monumen Arc de Triomphe
Foto bunda Maria
Rangga adzan di Menara Eiffel
Usai acara seminar Rangga di Paris, 
Hanum berjalan-jalan dengan Rangga ke Menara Eiffel. Di atas Menara 
Eiffel, Rangga mengumandangkan adzan. Bergetar hati Saya saat Rangga 
mengumandangkan adzan. Usai jalan-jalan, Hanum pun pamit kepada Marion. 
Sebelum balik ke Austria, Marion menitip barang kepada Hanum. Barang 
tersebut merupakan titipan Fatma. 
Setiba di Vienna, Hanum mencari 
Fatma dan Ayse. Namun, Hanum tidak menemukan mereka. Hanum dan Rangga 
juga membuka titipan dari Marion. Mereka kaget dengan titipan Marion 
karena titipan tersebut merupakan obat kanker. Dalam titipan tersebut, 
Marion juga menyisipkan sebuah surat yang berisi bahwa obat tersebut 
untuk Ayse. Hanum pun kaget karena Ayse menderita kanker. Adegan ini 
sempat membuat mata Saya berkaca-kaca. Saya kasihan dengan Ayse yang 
masih kecil tapi mengidap kanker.
Akhir cerita dari film ini adalah 
saat Hanum dan Rangga berjalan-jalan di Vienna. Saat itu, Hanum dan 
Rangga berjumpa dengan Fatin. Mereka pun saling bertukar nomor 
handphone.
***
Berdasarkan alur cerita di atas banyak keunggulan dari film 99 cahaya di langit Eropa.
Film 99 cahaya di langit Eropa 
banyak memiliki edukasi kepada penonton tentang sejarah Islam di Austria
 dan Prancis. Film tersebut menunjukkan bahwa Eropa juga memiliki 
peradaban Islam yang kuat. Saya juga baru tahu bahwa Napolleon Bonaparte
 seorang Muslim. 
Film 99 cahaya di langit Eropa 
sangat unik karena menceritakan kehidupan warga muslim yang minoritas di
 Eropa. Saya sangat salut dengan masyarakat muslim yang masih istiqomah 
menjalankan kewajiban Allah. Banyak sekali godaan di Eropa untuk 
masyarakat muslim. Tidak hanya mencari makan yang halal, mencari tempat 
sholat yang layakpun sulit. Seingat Saya, belum ada film Indonesia yang 
menceritakan hal tersebut.
Film 99 cahaya di langit Eropa 
mencotohkan akhlak agen muslim yang sangat baik. Hal itu bisa dilihat 
dengan keramahan Fatma yang tidak marah kepada bule-bule yang menyindir 
roti croissant. Ayse yang sabar menghadapi ejekan teman sekolahnya. 
Hanum yang membalas perlakuan tetangganya dengan memberikan mie goreng 
ikan asin. Rangga yang sabar menghadapi semua pertanyaan Stefen.
Sinematografi dan setting film 99 
cahaya di langit Eropa membuat Saya ingin ke Eropa. Harus diakui bahwa 
sinematografi dan setting film ini sangat bagus. Objek pada film ini 
sangat indah. Pengambilan gambar dan warnanya juga bagus. Film ini 
berhasil memanjakan mata Saya dan penonton lainnya tentang keindahan 
alam dan bangunan-bangunan di Eropa.
Pemain film 99 cahaya di langit 
Eropa sangat sesuai dengan karakternya masing-masing. Jika ditanya siapa
 pemain film terfavorit dalam film ini? Nino Fernandez dan Geccha 
Tavvara jawaban Saya. Saya menyukai karakter Stefen yang diperankan 
Nino. Nino berhasil membuat Saya kagum karena acting-nya mengkritisi 
Rangga. Saya sering ketawa melihat adegan Nino yang “kekeuh” 
mengemukakan pendapatnya. Padahal, pendapatnya tersebut salah. Sedangkan
 Gecca, sangat polos, lucu, dan menggemaskan. Saya juga suka dengan 
percakapan bahasa Jerman Gecca yang fasih di awal cerita. Bahkan, Saya 
sempat bergumam “itu anak Indonesia asli atau penduduk Indonesia yang sudah lama tinggal di Jerman?” Meskipun demikian, pemain lainnya juga bagus. Acha Septriasa yang berhasil menimbulkan chemistry dengan Rangga, Abimana Aryasatya yang sangat mencerminkan mahasiswa doktor sebenarnya (rajin belajar dan study oriented),
 Raline Shah yang membuat Saya pangling karena sangat cantik berkerudung
 dan sangat cerdas menceritakan sejarah peradaban Islam, Alex Abbad yang
 sangat taat menjalankan ibadah (padahal Alex sebelumnya sering 
memerankan peran antagonis), Marissa Nasution yang berhasil 
memperlihatkan kegenitannya terhadap Rangga, Dewi Sandra yang sangat pas
 untuk karakter muallaf, Dian Pelangi dan Hanum Salsabiela Rais yang 
berhasil menunjukan kebolehan acting pertamanya, bahkan Saya sempat bergumam “kenapa bukan Hanum Salsabiela Rais saja yang berperan sebagai Hanum pada film ini?” Sedangkan Fatin Shidqia Lubis tidak bisa Saya berikan penilaian karena adegannya sangat sedikit pada film ini.
Pemain film 99 Cahaya di Langit Eropa
Fashion para pemain film 99 cahaya di langit Eropa bagus. Tidak percuma ada designer terkenal seperti Dian Pelangi dalam film ini. Saya paling suka dengan coat para pemainnya. Kostum Fatin dalam film ini juga sangat bagus. Fatin sangat cantik memakai pakaian muslimah berwarna pink.
Soundtrack film 99 cahaya di langit Eropa juga bagus. Liriknya sangat dalam. Selain itu, suara fatin cocok menyanyikan Cahaya di Langit Itu.
 Seperti diketahui bahwa tidak semua jenis musik yang pas dinyanyikan 
oleh Fatin. Namun, lagu Cahaya di Langit Itu sangat pas dan cocok untuk 
Fatin.
Untuk memajukan industri film 
Indonesia agar bisa selevel dengan film Hollywood, Bollywood, dan Korea,
 ada beberapa hal yang menjanggal menurut Saya. Pertama, Saya sempat 
bingung dengan dialog yang menggunakan bahasa Indonesia. Padahal, Fatma 
dan Ayse orang Turki, Khan orang Pakistan, Stefen, Maarja, dan Marion 
juga bukan turunan Indonesia. Seharusnya bisa menggunakan bahasa asing 
dan menggunakan subtitle. Sehingga, film ini dapat go international. Namun, Saya menyadari bahwa penggunaan bahasa asing akan sulit bagi pemain film. Saya pun menerima keputusan pembuat film ini.
Kedua, Saya kurang setuju dengan film yang dibuat bersambung. Karena ending
 dari film belum mencapai klimaks. Film ini baru menampilkan prolog. 
Setelah Saya pikir, mungkin alasan pembuat film membuat ceritanya 
bersambung sebelum mencapai klimaks agar penonton penasaran dengan film 99 cahaya di langit Eropa part 2. Strategi marketing yang sangat tepat dari pembuat film ini. 
Ketiga, seringnya sponsor pada film 
ini. Banyak penonton yang tidak menyukai kemunculan sponsor dalam sebuah
 film. Namun, Saya mengerti dengan adanya kemunculan sponsor. Saya yakin
 banyak sponsor yang memberikan perjanjian dengan pembuat film. 
Sehingga, pembuat film mau tidak mau harus memunculkan sponsor dalam 
film. Meskipun terdapat banyak sponsor dalam adegan film ini, menurut 
Saya cara memasukkan sponsor dalam film ini lebih halus dan tidak 
dipaksakan seperti kebanyakan film-film Indonesia. Make up wardah yang ada pada meja Hanum sangat pas. Demikian juga dengan adegan pengambilan uang di ATM oleh Rangga. 
RATING
SUMBER GAMBAR
https://www.facebook.com/99CahayaOfficial
https://twitter.com/Film99Cahaya












 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar